Senin, 25 November 2013

Motivasi

Definisi
·  Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan.
·  Samsudin (2005) memberikan pengertian motivasi sebagai proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Motivasi juga dapat diartikan sebagai dorongan (driving force) dimaksudkan sebagai desakan yang alami untuk memuaskan dan memperahankan kehidupan.
·   Mangkunegara (2005,61) menyatakan : “motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal”.

Pengertian Motivasi
·   Motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. (Mr. Donald : 1950).
·   Motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan / tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan / keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan. (Drs. Moh. Uzer Usman : 2000)
·   Motivasi adalah kekuatan tersembunyi di dalam diri kita yang mendorong kita untuk berkelakuan dan bertindak dengan cara yang khas (Davies, Ivor K : 1986)
·    Motivasi adalah usaha – usaha untuk menyediakan kondisi – kondisi sehingga anak itu mau melakukan sesuatu (Prof. Drs. Nasution : 1995)

Berdasarkan pengertian di atas, maka motivasi merupakan respon  terhadap sejumlah pernyataan mengenai keseluruhan usaha yang timbul dari dalam diri agar tumbuh dorongan untuk bekerja dan tujuan yang dikehendaki  akan tercapai.

Model Pengukuran Motivasi
Model-model pengukuran motivasi kerja telah banyak dikembangkan, diantaranya oleh McClelland (Mangkunegara, 2005:68) mengemukakan 6 (enam) karakteristik orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi, yaitu :
1.      Memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi
2.      Berani mengambil dan memikul resiko
3.      Memiliki tujuan realistik
4.      Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasikan tujuan
5.      Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam semua kegiatan yang dilakukan
6.      Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.

Edward Murray (Mangkunegara, 2005,68-67) berpendapat bahwa karakteristik orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi adalah sebagai berikut :
1.      Melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya
2.      Melakukan sesuatu dengan mencapai kesuksesan
3.      Menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan usaha dan keterampilan
4.      Berkeinginan menjadi orang terkenal dan menguasai bidang tertentu
5.      Melakukan hal yang sukar dengan hasil yang memuaskan
6.      Mengerjakan sesuatu yang sangat berarti
7.      Melakukan sesuatu yang lebih baik dari orang lain.

Teori-Teori Motivasi
Secara garis besar, teori motivasi dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu teori motivasi dengan pendekatan isi/kepuasan (content theory), teori motivasi dengan pendekatan proses (process theory) dan teori motivasi dengan pendekatan penguat (reinforcement theory).Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:
1.      Durasi kegiatan
2.      Frekuensi kegiatan
3.      Persistensi pada kegiatan
4.      Ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan;
5.      Devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan
6.      Tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan
7.      Tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan
8.      Arah sikap terhadap sasaran kegiatan

A. TEORI DRIVE (TEORI REINFORCEMENT )

  Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
2. Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan (response) itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat. Contoh : pengukuhan yang relatif malar adalah mendapatkan pujian setelah seseorang memproduksi tiap-tiap unit atau setiap hari disambut dengan hangat oleh manajer.

Pengertian Teori Drive

  Teori ”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Contohnya., Freud ( 1940-1949 ) berdasarkan ide-idenya tentang kepribadian pada bawaan, dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif, atau drive (teorinya akan diterangkan secara lebih detail dalam bab kepribadian). Secara umum , teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut : ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri dari:
• Suatu keadaan yang mendorong
• Perilaku yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong
• Pencapaian tujuan yang memadai
• Pengurangan dan kepusaan subjektif dan kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai
Setelah keadaan itu, keadaan terdorong akan muncul lagi untuk mendorong perilaku ke arah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian yang baru saja diuraikan seringkali disebut lingkaran korelasi.
Teori-teori Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau binatang bertindak. Be berapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Tentang perilaku binatang, khususnya ahli ethologi telah mengusulkan suatu penjelasan suatu mekanisme dorongan sejak kelahiran (tinbergen, lorenz, dan leyhausen dalam morgan, dkk. 1986). Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran belajar dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan yang di pelajari (learned drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orag tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong ke arah tujuan yang berbeda

B. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)

  Teori ini mempunyai dua aturan pokok : aturan pokok yang berhubungan dengan perolehan jawaban –jawaban yang benar dan aturan pokok lain yang berhubungan dengan penghilangan jawaban-jawaban yang salah. Pengukuran dapat terjadi positif (pemberian ganjaran untuk satu jawaban yang didinginkan ) atau negatif ( menghilangkan satu rangsang aversif jika jawaban yang didinginkan telah diberikan ), tetapi organisme harus membuat antara akasi atau tindakannya dengan sebab akibat.
Siegel dan Lane (1982), mengutip Jablonke dan De Vries tentang bagaimana manajemen dapat meningkatakan motivasi tenaga kerja., yaitu dengan:
1. Menentukan apa jawaban yang diinginkan
2. Mengkomunikasikan dengan jelas perilaku ini kepada tenaga kerja.
3. Mengkomunikasikan dengan jelas ganjaran apa yang akan diterima. Tenaga kerja jika jawaban yang benar terjadi
4. Memberikan ganjaran hanya jika jika jawaban yang benar dilaksanakan.
5. Memberikan ganjaran kepada jawaban yang diinginkan, yang terdekat dengan kejadiannya.
Contoh Implikasi Teori Drive-Reinforcement
Biasanya di terapkan dalam kehidupan sehari-hari, misalkan seorang kuli panggul di pasar tradisional, jika ia dapat mengangkut/mengirim 5 ton buah pada tiap 5 karung maka akan diberikan 2 kg buah segar oleh pemilik toko buah tersebut,
Drive-Reinforcement nya berbentuk reward berupa materi yang diberikan pemilik toko kepada pekerjanya (kuli panggul).

C. TEORI HARAPAN
  Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin 2003:229)
Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan 2001:165).
  Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjdadi malas.
Teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting, yaitu
1. harapan (expentancy)
2. nilai (Valence)
3. pertautan (Inatrumentality)
• Harapan (expentancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku .Harapan merupakan propabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti kepastian
• Nilai (Valence) adalah akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu
• Pertautan (Inatrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil tingkat ke dua.Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua adalah pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan positip satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke dua.
Teori ini termasuk kedalam Teori – Teori Kesadaran. Teori ini menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja, yang menekankan kepada kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja diasumsikan melakukan penilaian rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan informasi untuk diolah, kemudian membuat keputusanyang optimal. Kebutuhan hanya digunakan untuk membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai – nilai mereka.. Salah satu teori harapan yang terkait dengan kerja dikemukakan oleh George Poulus, Mathoney dan Jones (1957) yang mengacu pada Path-Goal Theory. Mereka mengemukakan bahwa para pekerja akan cenderung menjadi produktif apabila mereka memandang produktivitas yang tinggi itu sebagai satu cara atau lebih pada tujuan pribadi.
Sebaliknya, kinerja yang rendah hanyalah satu jalan menuju tujuan pribadi. Misalnya produktivitas yang tinggi akan lebihcepat atau mudah untuk terpenuhinya tujuan pribadi daripada pekerja yang hasilnya terbatas atau lebih rendah. Dengan menggunakan pendekatan”jalan ke arah tujuan (path-goal)” ini, Vroom (1976) menyarankan suatu teori motivasi kerjayang dikenal dengan singkatan VIE – Valensi/kemampuan (valence), sarana (Instrumentality), dan harapan (Expectancy). Pada kesempatan ini yang dibahas yaitu mengenai Teori Harapan (Expectancy Theory). Nadler & Lawler menyatakan bahwa terlepas dari teori VIE sebagaimana yang diutarakan para ahli lainnya, namun ternyata teori VIE menerima terlalu banyak dukungan empiis karena nilainya yang positif bagi organisasi. Secar khusus, teori ini memberikan beberapa implikasi yang jelas dan positif bagi manajer, dimana manajer hendaknya memperhatikan petunjuk sebagai berikut:

Menentukan mana penghargaan yang lebih penting para pegawai. Misalnya, kebanyakan manajer seringkali memandang bahwa pemberian gaji dan tunjangan yang tinggi sangat diinginkan pegawai, namun setelah dilakukan pnlitian dia terkejut karena hasilnya justru menunjukkan bahwa hal tersebut tidak terbukti. Demikian perlu dicatat bahwa keinginan para pegawai berbeda – beda,dan oleh karena itu mereka tidak memberikan respon dengan cara yang sama terhadap sistem insentif perusahaan.
Mendefinisikan kinerja yang baik dengan menetapkan secara benar standar kuantitas dan kualitas kerja yang terukur. Memastikan bahwa tujuan kinerja bersifat realistik, apabila pegawai tidak mencapai tujuan kinerja yang diharapkan, maka motivasi untuk bekerja pun menjadi rendah. Pegawai harus merasakan bahwa penghargaan yang diterima terasa adil. Tetapi sistem motivasi yang berdasarkan pada equity (keadilan) jangan dikacaukan dengan sistem yang berdasarkan equality (kesamaan), dimana seluruh pegawai diberikan dengan penghargaan yang sama dengan mengabaikan kualitas kerja dan hasil kerja masing – masing individu. Mengingat ada beberapa organisasi yang memiliki aturan kerja yang kaku dan sistem penghargaan yang mendorong para pekerja untuk mencapai hasil yang setinggi – tingginya, maka para manajer hendaknya merancang sistem penghargaan yang lebih fleksibel dan equitable
Kelebihan Teori Harapan
·         Teori harapan mendasarkan diri pada kepentingan individu yang ingin mencapai kepuasan maksimal dan ingin meminimalkan ketidakpuasan.
·         Teori ini menekankan pada harapan dan persepsi, apa yang nyata dan aktual.
·         Teori harapan menekankan pada imbalan atau pay-off.
·         Teori harapan sangat fokus terhadap kondisi psikologis individu dimana tujuan akhir dari individu untuk mencapai kesenangan maksimal dan menghidari kesulitan.
Keterbatasan Teori Harapan
·         Teori harapan tampaknya terlalu idealis karena hanya individu tertentu saja yang memandang korelasi tingkat tinggi antara kinerja dan penghargaan.
·         Penerapan teori ini terbatas sebab tidak langsung berkorelasi dengan kinerja di banyak organisasi. Hal ini terkait dengan parameter lain juga seperti posisi, tanggung jawab usaha, pendidikan, dan lain-lain.
Implikasi Teori Harapan
·         Para manajer dapat mengkorelasikan hasil yang lebih disukai untuk tingkat kinerja yang ditujukan.
·         Para manajer harus memastikan bahwa karyawan dapat mencapai tingkat kinerja yang ditujukan.
·         Karyawan layak harus dihargai untuk kinerja luar biasa mereka.
·         Sistem imbalan harus berlaku jujur dan adil dalam suatu organisasi.
·         Organisasi harus merancang pekerjaan yang dinamis dan menantang.
·         Tingkat motivasi karyawan harus terus dikaji melalui berbagai teknik seperti kuesioner, wawancara personal, dan lain-lain.

D. Teori Tujuan
  Teori tujuan mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat atau intentions (tujuan-tujuan dengan prilaku), pendapat in digunakan oleh Locke. Teori ini memiliki aturan dasar, yaitu penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan pernyataannya yan jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghsilkan unjuk kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan tidak khusus, dan yang mudah dicapai. Hasil penelitian Edwin Locke dan rekan-rekan (1968), menunjukkan efek positif dari teori tujuan pada prilaku kerja.
Locke menunjukan bahwa :
1. Tujuan yang cukup sulit ternyata menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi daripada tujuan yang lebih mudah.
2. Tujuan khusus, cukup sulit untuk menghasilkan tingkat output yang lebih tinggi.

Penetapan tujuan tidak hanya mempengaruhi kerja itu sendiri, tetapi dapat juga mendorong pegawai untuk mencoba menemukan metode yang lebih baik untuk melakukan pekerjaan . Teori tujuan berdasarkan pada intuitif yang solid.
Perusahaan menggunakan teori tujuan ini, berdasarkan tujuan-tujuan perusahaan, secara berurutan disusun tujuan-tujuan untuk devisi, bagian sampai satuan kerja yang terkecil untuk diakhiri penetapan sasaran kerja untuk setiap karyawan dalam kurun waktu tertentu
Tujuan-tujuan yang bersifat spesifik atau sulit cenderung menghasilkan kinerja (performance) yang lebih tinggi. Dalam pencapaian tujuan dilakuka melalui usaha partisipasi yang menimbulkan dampak :
(+) Acceptance/Penerimaan : sesulit apapun apabila orang telah menerima suatu pekerjaan maka akan dilaksanakan dengan baik.
(-) Timbulnya superioritas pada orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi.
Teori tujuan ini, dapat juga ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan dan ia akan memiliki keikatan (commitmen) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yan telah ia tetapkan. Bila seseorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu, dapat terjadi bahwa keikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.
Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme:
a. Tujuan adalah yang mengarahkan perhatian
b. Tujuan adalah yang mengatur upaya
c. Tujuan adalah meningkatkan persistensi
d. Tujuan adalah menunjang strategi untuk dan rencana kegiatan
Hasil penelitian Edwin Locke menunjukkan bahwa :
1. Tujuan yang cukup sulit ternyata menghasilkan tingkat kerja yang lebih tinggi daripada tujuan yang lebih mudah.
2. Tujuan khusus, cukup sulit untuk menghasilkan tingkat output yang lebih tinggi

E. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara satu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Apabila pegawai kebutuhannya tidak terpenuhi maka pegawai tersebut akan menunjukkan perilaku kecewa. Sebaliknya, jika kebutuhannya terpenuhi amak pegawai tersebut akan memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai manifestasi dari rasa puasnya.
Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari perilaku pegawai. Karena tidak mungkin memahami perilaku tanpa mengerti kebutuhannya.
Abraham Maslow (Mangkunegara, 2005) mengemukakan bahwa hierarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut :
1.    Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik, bernapas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar
2.    Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan diri dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup
3.    Kebutuhan untuk rasa memiliki (sosial), yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai
4.    Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain
5.    Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide-ide, gagasan dan kritik terhadap sesuatu


DAFTAR PUSTAKA
Sunyoto Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas Indonesia

Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya Paramita
Leavitt, J.H., 1992 Psikologi Manajemen, Alih Bahasa Zarkasi, M., Jakarta: Penerbit Erlangga
Rakhmat, J., 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya
Miner, 1987, Organizational Behavioral, New York: McGraw Hill Book Company,
Wexley; Yukl; 1994, Managemen dan Organisasi, Jakarta:  PPM 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar